KISTA OVARIUM
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Kista daerah rahim biasanya adalah kista ovarium. Kista
ovarium adalah suatu bentuk neoplasma pada ovarium yang bersifat jinak,
memiliki struktur dinding yang tipis, mengandung cairan serosa dan sering terjadi
selama menopause (Sarwono Prawirohardjo, hal : 346).
2. Etiologi
Penyebab
kista ovarium, belum diketahui pasti, mungkin berasal dari :
Usia lebih dari 45 tahun dan nullipara
Ovulasi yang lebih dari 40 tahun dan menopause yang
lambat.
Kehamilan pertama setelah berusia lebih dari 30 tahun
(Price Wilson, hal 1139).
3. Insiden
Insiden terjadinya kista ovarium sekitar 98% dari yang
terjadi pada wanita yang berusia 29 tahun dan yang lebih mudah adalah jinak.
Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak (Smeltzer Bare, dkk, hal 1556).
4. Anatomi
dan fisiologi
1. Genetalia
Eksterna
a.
Mons veneris/pubis
Bagian yang menonjol diatas symfisis dan terdiri dari
jaringan lemak.
b.
Labia mayora
Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan
lemak ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora bertemu membantuk komisura
posterior.
c.
Labia minora
Lipatan
tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora.
d.
Klitoris
Tertutup
oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo.
e.
Vulva
Membentuk lonjong, dibatasi di depan klitoris, kanan
kiri oleh labia minora, dibelakang oleh perineum.
f.
Hymen
Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar
introitus vagina. Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai
berbulan-bulan.
2. Genetalia
Interna
a.
Vagina
Suatu saluran
maskula-membranosa yang menghubungkan uterus dengan vulva. Terletak antara
kandung kencing dan rektum.
b.
Uterus
Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam, terdiri dari 1)
fundus uteri, 2) korpus uteri, 3) serviks uteri merupakan bagian uterus
terbesar dan sebagai tempat janin berkembang.
c.
Tuba fallopi
Berjalan ke
arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan kiri. Terdiri dari 4 bagian :
1.
Pars interstisialis, bagian dalam dinding uterus.
2.
Pars ismika, bagian tengah tuba yang sempit.
3.
Pars ampularis : bagian yang terlebar dan sebagai
tempat konsepsi terjadi.
4.
Infundibulum, bagian ujung tuba yang mempunyai fimbria,
tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri.
d.
Ovarium
5. Patofisiologi
Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat
merupakan pembesaran sederhana, konstituen ovarium normal, folikel de graff atau korpus luteum, atau kista
ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epitelium ovarium
(Smeltzer Bare, hal 1556)
UNTUK DOWNLOAD PENYIMPANGAN KDM KISTA OVARIUM, SILAHKAN KUNJUNGI :
6. Manifestasi
klinik
a.
Perubahan pola menstruasi normal (perdarahan menstruasi
yang abnormal).
b.
Siklus menstruasi yang memanjang atau memendek.
c.
Tidak ada menstruasi atau menstruasi tidak teratur.
d.
Nyeri daerah pinggul (pubis) yang konstan dan sifatnya
tumpul.
e.
Nyeri pinggul pada waktu bersenggama atau pada waktu
berjalan/bergerak.
f.
Nyeri pinggul pada waktu menstruasi.
g.
Mual – muntah dan payudara tegang seperti gejala orang
hamil.
i.
Rasa penuh dan tidak enak pada perut bila kista
berukuran besar, gejala akut abdomen bila terjadi torsi tangkai kista,
kadang-kadang kista ovari yang kecil tidak menunjukkan gejala apapun. (Price
Wilson, hal : 1139).
7. Test
Diagnostik
Metode-metode
yang dapat dilakukan dalam pembuatan diagnosis yang tepat, antara lain :
1. Laparaskopis
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui atau melihat tumor,
perdarahan, perubahan endometrial.
2.
Pap smear, displasia seluler kemungkinan/adanya kanker.
3.
Ultrasound dan scan CT membantu mengidentifikasi
ukuran/lokasi massa .
4.
D & K dengan biopsi (endometrial/servikal) kemungkinan
pemeriksaan histopatologi sel untuk menentukan adanya lokasi kanker.
5.
Tes Schiller (bercak serviks dengan iodion) berguna
dalam identifikasi sel abnormal.
6.
Hitung darah lengkap; penurunan Hb dapat menunjukkan
anemia kronis, sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif.
Peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi/infeksi (Marilynn
Doenges, dkk, hal 243 – 244).
7.
USG (Ultrasonografi)
Dapat menentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus,
ovarium atau kandung kencing, apakah tumor kistik dan solid dapat pula
dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas atau tidak.
8.
Foto rontgen
Pemeriksaan berguna untuk menunjukkan adanya hidrooraks.
8. Penanganan
medik
Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah pengangkatan
kista dengan reseksi ovarium, melalui tindakah bedah histerektomi totalis dan
salfingo – ooforektomi bilateral (Marilynn Doenges, hal 744).
Jika ukuran lebih lebar kista dari 5 cm dan tampak terisi
oleh cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat
digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
Perawatan pascaoperatif setelah pembedahan untuk mengangkat
kista ovarium adalah serupa perawatan setelah pembedahan abdomen, dengan satu
pengecualian, penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan
kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang komplikasi ini
dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat.
(Smeltzer Bare, dkk, hal 1556).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Menurut Robert
Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, 1996).
1. Pengkajian
Hal
– hal yang perlu dikaji :
1.1.
Identitas pasien
Biodata pasien meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku bangsa, perkawinan ke, lamanya kawin, alamat.
1.2.
Keluhan utama sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit
seperti sering kencing, rasa berat pada rongga panggul dan rasa penuh pada
abdomen.
1.3.
Riwayat kesehatan yang lalu tentang penyakit yang
berhubungan dengan kanker; riwayat penyakit kanker dan penyakit infeksi.
Riwayat kesejahteraan keluarga : tentang anggota
keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama pada saat itu.
1.4.
Riwayat nutrisi : Riwayat kebiasaan makanan; hari yang
meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi (BAB dan BAK) aktivitas klien
sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dan olah raga.
1.5.
Riwayat obstetri : meliputi riwayat haid, menarche,
riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
1.6.
Pemeriksaan fisik
(Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, 1996).
1.6.1.
Keadaan umum, meliputi : kesadaran, tensi, nadi,
pernafasan, suhu, tinggi badan dan berat badan.
1.6.2.
Inspeksi
1.6.2.1.
Kepala : Rambut rontok, mudah tercabut, warna rambut.
1.6.2.2.
Mata : Konjungtiva anemis, icterus pada sklera.
1.6.2.3.
Leher : Pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena
jugularis.
1.6.2.4.
Payudara : Kesimetrisan bentuk, adanya massa .
1.6.2.5.
Dada : Kesimetrisan, ekspansi dada, tarikan dinding
dada pada inspirasi, frekuensi per-nafasan.
1.6.2.6.
Abdomen : Terdapat luka operasi, bentuk, warna kulit,
pelebaran vena-vena abdomen, tampak pembesaran striae.
1.6.2.7.
Genitalia : Sekret, keputihan, peradangan, perdarahan,
lesi.
1.6.2.8.
Ekstremitas : Oedem, atrofi, hipertrofi, tonus dan kekuatan
otot.
1.6.3.
Palpasi
1.6.3.1.
Leher : Pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar sub
mandibularis.
1.6.3.2.
Ketiak : Pembesaran kelenjar limfe aksiler dan nyeri
tekan.
1.6.3.3.
Payudara : Teraba massa
abnormal, nyeri tekan.
1.6.3.4.
Abdomen : Teraba massa ,
ukuran dan konsistensi massa ,
nyeri tekan, perabaan hepar, ginjal dan hati.
1.6.4.
Perkusi
1.6.4.1.
Abdomen : Hipertympani, tympani, redup, pekak,
batas-batas hepar.
1.6.4.2.
Refleks : Fisiologis dan patologis
1.6.5.
Auskultasi
Abdomen meliputi peristaltik usus, bising usus, aorta
abdominalis arteri renalis dan arteri iliaca.
3. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang muncul sesuai dengan dampak terhadap KDM teori (Marilynn E.
Doenges, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawat Pasien, hal : 744)
3.1.Harga diri rendah berhubungan
dengan ketidakmampuan memperoleh keturunan.
3.2.Perubahan pola eliminasi urinarius
berhubungan dengan trauma mekanis pada saluran urinarius.
3.3.Konstipasi/diare berhubungan
dengan bedah abdominal.
3.4.Resiko tinggi perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
3.5.Resiko tinggi disfungsi seksual
berhubungan dengan penurunan libido.
3.6.Kurang pengetahuan mengenai
pengobatan kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi.
4. Perencanaan
Keperawatan
4.1.
Harga diri rendah berhubungan dengan ketidakmampuan
memperoleh keturunan.
Tujuan : Menyatakan masalah dan
menunjukkan perilaku yang sehat untuk menghadapinya.
Menyatakan penerimaan diri pada situasi dan
adaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Berikan waktu untuk mende-ngar masalah dan ketakutan
pa-sien dan orang terdekat. Disku-sikan persepsi diri pasien sehu-bungan
dengan antisipasi peru-bahan dan pola hidup khusus.
2.
Kaji stres emosi pasien, identi-fikasi kehilangan
pada pasien/ orang terdekat. Dorong pasien untuk mengekspresikan dengan
tepat.
3.
Berikan informasi akurat, kuat-kan informasi yang
diberikan sebelumnya.
4.
Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku
koping po-sitif sebelumnya.
5.
Berikan lingkungan terbuka pada pasien untuk
mendiskusi-kan masalah seksualitas.
|
Memberikan minat dan perhatian,
memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsep, contoh wanita takut
kehilangan ke-wanitaan dan seksualitasnya, pe-ningkatan berat badan dan
peruba-han tubuh karena menopause.
Perawat perlu
menyadari apakah arti tindakan ini terhadap pasien un-tuk menghindari
tindakan kurang hati-hati atau terlalu menyendiri. Tergantung pada alasan
pembeda-han (contoh kanker atau perdarahan berat jangka panjang). Wanita
me-rasa takut atau bebas. Ia merasa ta-kut tak mampu memenuhi peran
reproduksi dan mengalami kehila-ngan.
Memberikan
kesempatan pada pa-sien untuk bertanya dan mengasi-milasi informasi.
MEmbantu dalam
membuat keku-atan yang telah ada bagi pasien un-tuk digunakan dalam situasi
saat ini.
Meningkatkan
saling berbagi keya-kinan/nilai tentang subjek sensitif dan mengidentifikasi
kesalahan konsep/mitos yang dapat mempe-ngaruhi penilaian situasi.
|
4.2.
Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan
trauma mekanis pada saluran urinarius.
Tujuan : Mengosongkan
kandung kemih secara teratur dan tuntas.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji karakateristik urine, per-hatikan warna,
kejernihan, bau.
2.
Pemasangan kateter bila diindi-kasikan/per-protokol
bila pasien tidak mampu berkemih atau tidak nyaman.
3.
Dekompressi kandung kemih dengan perlahan.
4.
Pertahankan patensi kateter tak menetap, pertahankan
drainase selang bebas lipatan.
5.
Periksa residu volume urine setelah berkemih bila
diindikasi-kan.
|
Retensi urine,
drainase vaginal, dan kemungkinan adanya kateter inter-mitten/tak menetap
meningkatkan risiko infeksi, khususnya bila pasi-en mempunyai jahitan
perineal.
Edema atau
pengaruh suplai saraf dapat menyebabkan atoni kandung kemih/retensi kandung
kemih me-merlukan dekompresi kandung kemih. Catatan : kateter uretral tak
menetap atau suprapubik dapat di-pasang secara intraoperasi bila komplikasi
diantisipasi.
Bila jumlah
besar urine terakumu-lasi, dekompresi kandung kemih cepat menghilangkan
tekanan pem-buluh pelvis meningkatkan pe-ngumpulan vena.
Meningkatkan
drainase bebas urine, menurunkan risiko statis urine/re-tensi dan infeksi.
Tidak dapat
mengosongkan kan-dung kemih secara lengkap; rente-si meningkatkan kemungkinan
untuk infeksi dan ketidaknyamanan/nyeri.
|
4.3.
Konstipasi/diare berhubungan dengan bedah abdominal,
dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal.
Tujuan : Menunjukkan
bunyi usus/aktivitas peristaltik aktif.
Mempertahankan pola eliminasi biasanya.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Auskultasi bising usus, perhati-kan distensi abdomen,
adanya mual/muntah.
2.
Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan
berjalan.
3.
Dorong pemasukan cairan ade-kuat; termasuk sari buah,
bila pemasukan peroral dimulai.
4.
Berikan rendam duduk
|
Indikator
adanya/perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan intervensi.
Ambulasi dini
membantu merang-sang fungsi intestinal dan mengem-balikan peristaltik.
Meningkatkan
pelunakan faeces; dapat membantu merangsang peris-taltik.
Meningkatkan
relaksasi otot; me-minimalkan ketidaknyamanan.
|
4.4.
Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan
dengan hipovolemia.
Tujuan : Menunjukkan
perfusi adekuat, sesuai dengan bukti tanda vital stabil, nadi teraba, pengisian
kapiler baik, mental biasa, keluaran urine adekuat secara individual dan bebas
edema, tanda pembentukan trombus.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pantau tanda vital : palpasi nadi perifer dan
perhatikan pengisian kapiler; kaji keluaran/karakteris-tik urine. Evaluasi
perubahan mental.
2.
Inspeksi balutan dan pembalut perineal, perhatikan
warna, jum-lah, dan bau drainase. Timbang pembalut dan bandingkan de-ngan
berat kering, bila pasien mengalami perdarahan hebat.
3.
Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan
latihan napas dalam.
4.
Hindari posisi fowler tinggi dan tekanan dibawah
lutut atau me-nyilangkan kaki.
5.
Bantu/instruksikan latihan kaki dan telapak dan
ambulasi segera mungkin.
6.
Periksa tanda Homan. Perhati-kan eritema,
pembengkakan eks-tremitas, atau keluhan nyeri dada tiba-tiba pada dispnea.
|
Indikator
keadekuatan perfusi sis-temik, kebutuhan cairan/darah, dan terjadinya
komplikasi.
Memperkirakan
pembuluh darah besar untuk sisi operasi dan/atau potensial perubahan
mekanisme pembekuan (contoh, kanker) me-ningkatkan resiko perdarahan pasca
operasi).
Mencegah
statis sekresi dan kom-plikasi pernapasan.
Menimbulkan
sianosis vena dengan meningkatkan kongesti pelvik dan pengumpulan darah dalam
ekstre-mitas, potensial resiko pembentuk-an trombus.
Gerakan
meningkatkan sirkulasi dan mencegah komplikasi stasis.
Mungkin
indikasi terjadinya trom-boflebitis/emboli paru.
|
4.5.
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan
penurunan libido.
Tujuan : - Menyatakan pemahaman perubahan anatomi/fungsi
seksual.
- Mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, peran seksual, hasrat
dengan orang terdekat.
- Mengidentifikasi kepuasan/praktik seksual yang diterima dan
beberapa alternatif cara mengekspresikan seksual.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Mendengarkan pernyataan pasi-en/orang terdekat.
2.
Kaji informasi pasien/orang ter-dekat tentang
anatomi/fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan.
3.
Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik.
4.
Bantu pasien untuk menyadari/ menerima tahap berduka.
5.
Dorong pasien untuk berbagi pikiran/masalah dengan
teman.
6.
Solusi pemecahan masalah ter-hadap masalah potensial;
contoh menunda koitus seksual saat kelelahan, melanjutkan dengan ekspresi
alternatif, posisi yang menghindari tekanan pada insisi abdomen, menggunakan
minyak vagina.
|
Masalah
seksual sering tersembu-nyi sebagai pernyataan humor dan atau ungkapan yang
gamblang.
Menunjukkan
kesalahan informasi/ konsep yang mempengaruhi peng-ambilan keputusan. Harapan
negatif sehubungan dengan hasil yang bu-ruk. Perubahan kadar hormon
mempengaruhi libido dan/atau menurunkan kelunakan vagina. Meskipun pemendekan
vagina da-pat meregang pada awal koitus mungkin terasa ketidaknyamanan/
nyeri.
Dapat
mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan seksual.
Mengakui
proses normal kehilang-an secara nyata, menerima perubah-an dapat meningkatkan
koping dan memudahkan resolusi.
Komunikasi
terbuka dapat meng-identifikasi area penyesuaian/masa-lah dan meningkatkan
diskusi dan resolusi.
Membantu
pasien kembali pada hasrat/kepuasan aktivitas seksual.
|
4.6.
Kurang pengetahuan mengenai pengobatan kondisi
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi.
Tujuan : - Menyatakan pemahaman kondisi.
- Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala sehubungan dengan prosedur
pembedahan dan tindakan untuk menerimanya.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan
pada masa datang; contoh, pasien perlu mengetahui bahwa ia tidak akan
menstruasi atau melahirkan anak, apakah menopause pem-bedahan akan terjadi
dan ke-mungkinan kebutuhan untuk penambahan hormon.
2.
Diskusikan dengan lengkap ma-salah yang diantisipasi
selama penyembuhan. Contoh labilitas emosi dan harapan perasaan
depresi/kesedihan kelemahan berat, gangguan tidur, masalah berkemih.
|
Memberikan
dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pi-lihan berdasarkan informasi.
Faktor fisik,
emosi, dan sosial dapat mempunyai pengaruh kumulatif, yang dapat memperlambat
penyem-buhan, khususnya bila histerektomi dilakukan karena kanker.
Memberi-kan kesempatan untuk pemecahan masalah dapat mempengaruhi proses. Pasien/orang
terdekat dapat keuntungan dari pengetahuan bahwa periode labilitas emosi
adalah normal dan diharapkan sela-ma penyembuhan.
|
No comments:
Post a Comment