Welcom TO My Blog ^_^

Saturday 21 April 2012

KISTA OVARIUM


KISTA OVARIUM

A.    Konsep Dasar

1.      Pengertian
Kista daerah rahim biasanya adalah kista ovarium. Kista ovarium adalah suatu bentuk neoplasma pada ovarium yang bersifat jinak, memiliki struktur dinding yang tipis, mengandung cairan serosa dan sering terjadi selama menopause (Sarwono Prawirohardjo, hal : 346).
2.      Etiologi
Penyebab kista ovarium, belum diketahui pasti, mungkin berasal dari :
Usia lebih dari 45 tahun dan nullipara
Ovulasi yang lebih dari 40 tahun dan menopause yang lambat.
Ada riwayat kanker ovarium dalam keluarga khususnya saudara perempuan dan ipar.
  Kehamilan pertama setelah berusia lebih dari 30 tahun (Price Wilson, hal 1139).
3.      Insiden
Insiden terjadinya kista ovarium sekitar 98% dari yang terjadi pada wanita yang berusia 29 tahun dan yang lebih mudah adalah jinak. Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak (Smeltzer Bare, dkk, hal 1556).

4.      Anatomi dan fisiologi
1.    Genetalia Eksterna
a.       Mons veneris/pubis
Bagian yang menonjol diatas symfisis dan terdiri dari jaringan lemak.
b.      Labia mayora
Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan lemak ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora bertemu membantuk komisura posterior.
c.      Labia minora
Lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora.
d.      Klitoris
Tertutup oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo.
e.      Vulva
Membentuk lonjong, dibatasi di depan klitoris, kanan kiri oleh labia minora, dibelakang oleh perineum.
f.      Hymen
Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar introitus vagina. Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai berbulan-bulan.


2.    Genetalia Interna
a.      Vagina
Suatu saluran maskula-membranosa yang menghubungkan uterus dengan vulva. Terletak antara kandung kencing dan rektum.
b.      Uterus
Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam, terdiri dari 1) fundus uteri, 2) korpus uteri, 3) serviks uteri merupakan bagian uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang.
c.      Tuba fallopi
Berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan kiri. Terdiri dari 4 bagian :
1.      Pars interstisialis, bagian dalam dinding uterus.
2.      Pars ismika, bagian tengah tuba yang sempit.
3.      Pars ampularis : bagian yang terlebar dan sebagai tempat konsepsi terjadi.
4.      Infundibulum, bagian ujung tuba yang mempunyai fimbria, tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri.
d.      Ovarium
Ada 2 kiri dan kanan. Terdiri dari bagian luar (korteks) yang mengandung folikel-folikel dan bagian dalam (medulla) yang berisi pembuluh darah, serabut saraf, dari pembuluh limfe ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovari prepium. Pembuluh darah ke ovarium adalah untuk produksi hormon dan ovulasi atau ikut serta mengatur haid (Ida Bagus Gede Manuaba, hal : 47).
5.      Patofisiologi
Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat merupakan pembesaran sederhana, konstituen ovarium normal, folikel  de graff atau korpus luteum, atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epitelium ovarium (Smeltzer Bare, hal 1556)

UNTUK DOWNLOAD PENYIMPANGAN KDM KISTA OVARIUM, SILAHKAN KUNJUNGI :

6.      Manifestasi klinik
a.    Perubahan pola menstruasi normal (perdarahan menstruasi yang abnormal).
b.    Siklus menstruasi yang memanjang atau memendek.
c.    Tidak ada menstruasi atau menstruasi tidak teratur.
d.    Nyeri daerah pinggul (pubis) yang konstan dan sifatnya tumpul.
e.    Nyeri pinggul pada waktu bersenggama atau pada waktu berjalan/bergerak.
f.    Nyeri pinggul pada waktu menstruasi.
g.    Mual – muntah dan payudara tegang seperti gejala orang hamil.
 h.    Infertilitas (tidak subur).
i.    Rasa penuh dan tidak enak pada perut bila kista berukuran besar, gejala akut abdomen bila terjadi torsi tangkai kista, kadang-kadang kista ovari yang kecil tidak menunjukkan gejala apapun. (Price Wilson, hal : 1139).
7.      Test Diagnostik
Metode-metode yang dapat dilakukan dalam pembuatan diagnosis yang tepat, antara lain :
1.    Laparaskopis
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui atau melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial.
2.    Pap smear, displasia seluler kemungkinan/adanya kanker.
3.    Ultrasound dan scan CT membantu mengidentifikasi ukuran/lokasi massa.
4.    D & K dengan biopsi (endometrial/servikal) kemungkinan pemeriksaan histopatologi sel untuk menentukan adanya lokasi kanker.
5.    Tes Schiller (bercak serviks dengan iodion) berguna dalam identifikasi sel abnormal.


6.    Hitung darah lengkap; penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis, sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif. Peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi/infeksi (Marilynn Doenges, dkk, hal 243 – 244).
7.    USG (Ultrasonografi)
Dapat menentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah tumor kistik dan solid dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas atau tidak.
8.    Foto rontgen
Pemeriksaan berguna untuk menunjukkan adanya hidrooraks.
8.      Penanganan medik
Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, melalui tindakah bedah histerektomi totalis dan salfingo – ooforektomi bilateral (Marilynn Doenges, hal 744).
Jika ukuran lebih lebar kista dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.
Perawatan pascaoperatif setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa perawatan setelah pembedahan abdomen, dengan satu pengecualian, penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat. (Smeltzer Bare, dkk, hal 1556).

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Menurut Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, 1996).
1.      Pengkajian
Hal – hal yang perlu dikaji :
1.1.    Identitas pasien
Biodata pasien meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, perkawinan ke, lamanya kawin, alamat.
1.2.    Keluhan utama sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit seperti sering kencing, rasa berat pada rongga panggul dan rasa penuh pada abdomen.
1.3.    Riwayat kesehatan yang lalu tentang penyakit yang berhubungan dengan kanker; riwayat penyakit kanker dan penyakit infeksi.
Riwayat kesejahteraan keluarga : tentang anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama pada saat itu.
1.4.    Riwayat nutrisi : Riwayat kebiasaan makanan; hari yang meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi (BAB dan BAK) aktivitas klien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dan olah raga.

1.5.    Riwayat obstetri : meliputi riwayat haid, menarche, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
1.6.    Pemeriksaan fisik
(Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, 1996).
1.6.1.   Keadaan umum, meliputi : kesadaran, tensi, nadi, pernafasan, suhu, tinggi badan dan berat badan.
1.6.2.   Inspeksi
1.6.2.1.    Kepala         :   Rambut rontok, mudah tercabut, warna rambut.
1.6.2.2.    Mata            :   Konjungtiva anemis, icterus pada sklera.
1.6.2.3.    Leher           :   Pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena jugularis.
1.6.2.4.    Payudara     :   Kesimetrisan bentuk, adanya massa.
1.6.2.5.    Dada           :   Kesimetrisan, ekspansi dada, tarikan dinding dada pada inspirasi, frekuensi per-nafasan.
1.6.2.6.    Abdomen    :   Terdapat luka operasi, bentuk, warna kulit, pelebaran vena-vena abdomen, tampak pembesaran striae.
1.6.2.7.    Genitalia      :   Sekret, keputihan, peradangan, perdarahan, lesi.
1.6.2.8.    Ekstremitas :   Oedem, atrofi, hipertrofi, tonus dan kekuatan otot.

1.6.3.   Palpasi
1.6.3.1.    Leher           :   Pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar sub mandibularis.
1.6.3.2.    Ketiak         :   Pembesaran kelenjar limfe aksiler dan nyeri tekan.
1.6.3.3.    Payudara     :   Teraba massa abnormal, nyeri tekan.
1.6.3.4.    Abdomen    :   Teraba massa, ukuran dan konsistensi massa, nyeri tekan, perabaan hepar, ginjal dan hati.
1.6.4.   Perkusi
1.6.4.1.    Abdomen    :   Hipertympani, tympani, redup, pekak, batas-batas hepar.
1.6.4.2.    Refleks        :   Fisiologis dan patologis
1.6.5.   Auskultasi
Abdomen meliputi peristaltik usus, bising usus, aorta abdominalis arteri renalis dan arteri iliaca.
3.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan dampak terhadap KDM teori (Marilynn E. Doenges, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien, hal : 744)
3.1.Harga diri rendah berhubungan dengan ketidakmampuan memperoleh keturunan.
3.2.Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis pada saluran urinarius.
3.3.Konstipasi/diare berhubungan dengan bedah abdominal.
3.4.Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
3.5.Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan libido.
3.6.Kurang pengetahuan mengenai pengobatan kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
4.      Perencanaan Keperawatan
4.1.    Harga diri rendah berhubungan dengan ketidakmampuan memperoleh keturunan.
Tujuan     :     Menyatakan masalah dan menunjukkan perilaku yang sehat untuk menghadapinya.
                      Menyatakan penerimaan diri pada situasi dan adaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh.
Intervensi
Rasional
1.      Berikan waktu untuk mende-ngar masalah dan ketakutan pa-sien dan orang terdekat. Disku-sikan persepsi diri pasien sehu-bungan dengan antisipasi peru-bahan dan pola hidup khusus.

2.      Kaji stres emosi pasien, identi-fikasi kehilangan pada pasien/ orang terdekat. Dorong pasien untuk mengekspresikan dengan tepat.






3.      Berikan informasi akurat, kuat-kan informasi yang diberikan sebelumnya.
4.      Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku koping po-sitif sebelumnya.

5.      Berikan lingkungan terbuka pada pasien untuk mendiskusi-kan masalah seksualitas.


Memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsep, contoh wanita takut kehilangan ke-wanitaan dan seksualitasnya, pe-ningkatan berat badan dan peruba-han tubuh karena menopause.
Perawat perlu menyadari apakah arti tindakan ini terhadap pasien un-tuk menghindari tindakan kurang hati-hati atau terlalu menyendiri. Tergantung pada alasan pembeda-han (contoh kanker atau perdarahan berat jangka panjang). Wanita me-rasa takut atau bebas. Ia merasa ta-kut tak mampu memenuhi peran reproduksi dan mengalami kehila-ngan.
Memberikan kesempatan pada pa-sien untuk bertanya dan mengasi-milasi informasi.
MEmbantu dalam membuat keku-atan yang telah ada bagi pasien un-tuk digunakan dalam situasi saat ini.
Meningkatkan saling berbagi keya-kinan/nilai tentang subjek sensitif dan mengidentifikasi kesalahan konsep/mitos yang dapat mempe-ngaruhi penilaian situasi.

4.2.    Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis pada saluran urinarius.
Tujuan     :   Mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji karakateristik urine, per-hatikan warna, kejernihan, bau.



2.      Pemasangan kateter bila diindi-kasikan/per-protokol bila pasien tidak mampu berkemih atau tidak nyaman.





3.      Dekompressi kandung kemih dengan perlahan.



4.      Pertahankan patensi kateter tak menetap, pertahankan drainase selang bebas lipatan.
5.      Periksa residu volume urine setelah berkemih bila diindikasi-kan.
Retensi urine, drainase vaginal, dan kemungkinan adanya kateter inter-mitten/tak menetap meningkatkan risiko infeksi, khususnya bila pasi-en mempunyai jahitan perineal.
Edema atau pengaruh suplai saraf dapat menyebabkan atoni kandung kemih/retensi kandung kemih me-merlukan dekompresi kandung kemih. Catatan : kateter uretral tak menetap atau suprapubik dapat di-pasang secara intraoperasi bila komplikasi diantisipasi.

Bila jumlah besar urine terakumu-lasi, dekompresi kandung kemih cepat menghilangkan tekanan pem-buluh pelvis meningkatkan pe-ngumpulan vena.
Meningkatkan drainase bebas urine, menurunkan risiko statis urine/re-tensi dan infeksi.
Tidak dapat mengosongkan kan-dung kemih secara lengkap; rente-si meningkatkan kemungkinan untuk infeksi dan ketidaknyamanan/nyeri.

4.3.    Konstipasi/diare berhubungan dengan bedah abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal.
Tujuan     :   Menunjukkan bunyi usus/aktivitas peristaltik aktif.
                    Mempertahankan pola eliminasi biasanya.
Intervensi
Rasional
1.      Auskultasi bising usus, perhati-kan distensi abdomen, adanya mual/muntah.
2.      Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

3.      Dorong pemasukan cairan ade-kuat; termasuk sari buah, bila pemasukan peroral dimulai.
4.      Berikan rendam duduk

Indikator adanya/perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan intervensi.

Ambulasi dini membantu merang-sang fungsi intestinal dan mengem-balikan peristaltik.
Meningkatkan pelunakan faeces; dapat membantu merangsang peris-taltik.
Meningkatkan relaksasi otot; me-minimalkan ketidaknyamanan.

4.4.    Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.
Tujuan     :   Menunjukkan perfusi adekuat, sesuai dengan bukti tanda vital stabil, nadi teraba, pengisian kapiler baik, mental biasa, keluaran urine adekuat secara individual dan bebas edema, tanda pembentukan trombus.
Intervensi
Rasional
1.      Pantau tanda vital : palpasi nadi perifer dan perhatikan pengisian kapiler; kaji keluaran/karakteris-tik urine. Evaluasi perubahan mental.
2.      Inspeksi balutan dan pembalut perineal, perhatikan warna, jum-lah, dan bau drainase. Timbang pembalut dan bandingkan de-ngan berat kering, bila pasien mengalami perdarahan hebat.
3.      Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan latihan napas dalam.
4.      Hindari posisi fowler tinggi dan tekanan dibawah lutut atau me-nyilangkan kaki.


5.      Bantu/instruksikan latihan kaki dan telapak dan ambulasi segera mungkin.
6.      Periksa tanda Homan. Perhati-kan eritema, pembengkakan eks-tremitas, atau keluhan nyeri dada tiba-tiba pada dispnea.
Indikator keadekuatan perfusi sis-temik, kebutuhan cairan/darah, dan terjadinya komplikasi.


Memperkirakan pembuluh darah besar untuk sisi operasi dan/atau potensial perubahan mekanisme pembekuan (contoh, kanker) me-ningkatkan resiko perdarahan pasca operasi).
Mencegah statis sekresi dan kom-plikasi pernapasan.

Menimbulkan sianosis vena dengan meningkatkan kongesti pelvik dan pengumpulan darah dalam ekstre-mitas, potensial resiko pembentuk-an trombus.
Gerakan meningkatkan sirkulasi dan mencegah komplikasi stasis.

Mungkin indikasi terjadinya trom-boflebitis/emboli paru.

4.5.    Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan libido.
Tujuan     :   -   Menyatakan pemahaman perubahan anatomi/fungsi seksual.
                    -   Mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, peran seksual, hasrat dengan orang terdekat.
                    -   Mengidentifikasi kepuasan/praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan seksual.
Intervensi
Rasional
1.      Mendengarkan pernyataan pasi-en/orang terdekat.

2.      Kaji informasi pasien/orang ter-dekat tentang anatomi/fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan.







3.      Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik.
4.      Bantu pasien untuk menyadari/ menerima tahap berduka.


5.      Dorong pasien untuk berbagi pikiran/masalah dengan teman.


6.      Solusi pemecahan masalah ter-hadap masalah potensial; contoh menunda koitus seksual saat kelelahan, melanjutkan dengan ekspresi alternatif, posisi yang menghindari tekanan pada insisi abdomen, menggunakan minyak vagina.
Masalah seksual sering tersembu-nyi sebagai pernyataan humor dan atau ungkapan yang gamblang.
Menunjukkan kesalahan informasi/ konsep yang mempengaruhi peng-ambilan keputusan. Harapan negatif sehubungan dengan hasil yang bu-ruk. Perubahan kadar hormon mempengaruhi libido dan/atau menurunkan kelunakan vagina. Meskipun pemendekan vagina da-pat meregang pada awal koitus mungkin terasa ketidaknyamanan/ nyeri.
Dapat mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan seksual.
Mengakui proses normal kehilang-an secara nyata, menerima perubah-an dapat meningkatkan koping dan memudahkan resolusi.
Komunikasi terbuka dapat meng-identifikasi area penyesuaian/masa-lah dan meningkatkan diskusi dan resolusi.
Membantu pasien kembali pada hasrat/kepuasan aktivitas seksual.

4.6.    Kurang pengetahuan mengenai pengobatan kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
Tujuan     :   -   Menyatakan pemahaman kondisi.
                    -   Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala sehubungan dengan prosedur pembedahan dan tindakan untuk menerimanya.
Intervensi
Rasional
1.      Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa datang; contoh, pasien perlu mengetahui bahwa ia tidak akan menstruasi atau melahirkan anak, apakah menopause pem-bedahan akan terjadi dan ke-mungkinan kebutuhan untuk penambahan hormon.
2.      Diskusikan dengan lengkap ma-salah yang diantisipasi selama penyembuhan. Contoh labilitas emosi dan harapan perasaan depresi/kesedihan kelemahan berat, gangguan tidur, masalah berkemih.
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pi-lihan berdasarkan informasi.






Faktor fisik, emosi, dan sosial dapat mempunyai pengaruh kumulatif, yang dapat memperlambat penyem-buhan, khususnya bila histerektomi dilakukan karena kanker. Memberi-kan kesempatan untuk pemecahan masalah dapat mempengaruhi proses. Pasien/orang terdekat dapat keuntungan dari pengetahuan bahwa periode labilitas emosi adalah normal dan diharapkan sela-ma penyembuhan.





No comments:

Post a Comment