PRE EKLAMPSI DAN SECTIO SESARIA
A.KONSEP DASAR
1.
Pre Eklampsia
1.1. Pengertian
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul
pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias :
hipertensi, proteinuri, dan edema.
1.2.
Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang
mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun
belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
1.3.
Insiden
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre
eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian
perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang
merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
1.4.
Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme
hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai
usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin
karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme
arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid
I, Halaman 199).
1.5.
Manifestasi klinik
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam
urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi,
dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala –
gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah
prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau
muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
1.6.
Tes Diagnostik
1.6.1.
Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam
urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan
funduskopik.
1.6.2.
Tes laboratorium dasar
-
Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit,
morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
-
Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum,
aspartat aminotransferase, dan sebagainya).
-
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
1.6.3.
Uji untuk meramalkan hipertensi
-
Roll Over test
-
Pemberian infus angiotensin II.
1.7.
Penanganan medik
1.7.1.
Pencegahan
-
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta
teliti mengenai tanda – tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
-
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya
pre-eklampsia.
-
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur,
ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta
karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan.
1.7.2.
Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
-
Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi.
-
Hendaknya janin lahir hidup.
-
Trauma pada janin seminimal mungkin.
2.
Seksio sesarea
2.1.
Pengertian
-
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Ilmu Kebidanan, edisi ketiga,
Halaman 863).
-
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin
dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau
seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Sinopsis Obstetri Jilid 2, Halaman 133).
-
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Ilmu
Kebidanan, Edisi ketiga, Hal 133).
2.2.
Etiologi
Penyebab dilakukannya seksio sesarea adalah :
2.2.1.
Plasenta previa
2.2.2.
Gawat janin
2.2.3.
Disproporsi sefalo-pelvik (ketidakseimbangan kepala dan
panggul).
2.2.4.
Pernah seksio sesarea.
2.2.5.
Kelainan letak.
2.2.6.
Pre eklampsia dan hipertensi
2.2.7.
Incoordination uteri action (tidak ada kerjasama yang
teratur antara fungsi alat kandungan).
2.3.
Insiden
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan
janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik
operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika, angka
ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah – rumah sakit dengan
fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang
dari 2 per 1000. nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat
tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari
negara – negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal
yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 %.
2.4.
Jenis – jenis seksio sesarea
2.4.1.
Seksio sesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm.
2.4.2.
Seksio sesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
2.5.
Komplikasi seksio sesarea
2.5.1.
Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.
2.5.2.
Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang
arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
2.5.3.
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung
kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
2.5.4.
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang
kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
seksio sesarea klasik.
2.6.
Anatomi fisiologi sistem reproduksi
2.6.1.
Genitalia eksterna
2.6.1.1.
Mons veneris/pubis
Bagian yang menonjol diatas simfisis dan terdiri dari jaringan lemak.
2.6.1.2.
Labia mayora
Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan lemak. Kebawah dan
kebelakang kedua labia mayora bertemu membentuk kommisura posterior.
2.6.1.3.
Labia minora
Lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora. Kedepan kedua labia
minora membentuk preputium klitoris. Kebelakang membentuk fossa navikulare.
2.6.1.4.
Klitoris
Tertutup oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo terdiri dari serabut
saraf dan pembuluh darah, analog dengan penis laki – laki.
2.6.1.5.
Vulva
Bentuk lonjong dibatasi di depan oleh klitoris, kanan kiri oleh labia
minora, di belakang oleh perineum. Terdapat orificium urethra eksterna. Ostia kelenjar skene yang
analog dengan kelenjar prostat pada laki – laki, dan kelenjar vestibularis
bartolini yang mengeluarkan getah lendir pada waktu coitus.
2.6.1.6.
Hymen
Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar introitus vagina.
Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai berlubang – lubang.
2.6.2.
Genitalia interna
2.6.2.1.
Vagina
Suatu saluran muskulo membranosa yang menghubung-kan uterus dan vulva
terletak antara kandung kencing dan rektum. Dindingnya berlipat-lipat disebut
rugae, tidak terdapat kelenjar.
2.6.2.2.
Uterus
Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari fundus
uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian uterus
terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Isthmus adalah bagian uterus
antara serviks dan korpus, yang menjadi segmen bawah rahim pada kehamilan.
2.6.2.3.
Tuba fallopi
Berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan dan kiri. Terdiri
dari 4 bagian : 1) pars interstitialis, bagian dalam dinding uterus, 2) pars
ismika, bagian tengah tuba yang sempit, 3) pars ampularis, bagian yang terlebar
dan sebagai tempat konsepsi terjadi, 4) infundibulum, bagian ujung tuba dan
mempunyai fimbria. Tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri.
2.6.2.4.
Ovarium
2.7.
Patofisiologi
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh
mengingat bahwa terjadinya ruptur uteri sesudah seksio sesarea dilakukan segmen
bawah uterus tidak begitu besar, disini diambil sikap untuk membolehkan wanita
hamil untuk bersalin pervagina, kecuali jika sebab seksio sesarea tetap ada
misalnya kesempitan pada pinggul, mengenai kontraindikasi perlu diingat bahwa
seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya janin
sudah meninggal dalam uterus atau janin terlalu kecil untuk hidup diluar
kandungan (Menurut Prawirohardjo S, 1999).
2.8.
Perawatan post operasi seksio sesarea.
2.8.1.
Analgesia
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntikkan intramuskuler
yaitu mepedivin setiap 3 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit
atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morphin. Jika ibu berukuran
kecil dosis mepedivin yang diberikan adalah 50 mg dan jika berukuran besar
dosis yang paling tepat adalah 100 mg mepedivine.
2.8.2.
Tanda vital
Pasien dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali paling sedikit 4
jam dan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan
fundus uteri serta pengukuran suhu badan harus diperiksa pada saat dini.
2.8.3.
Terapi cairan dan diet
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi maka pemberian
cairan infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar
tidak terjadi hipertermia dan dehidrasi.
2.8.4.
Mobilisasi
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan. Penderita miring ke kiri dan ke kanan sudah dapat dimulai sejak 6
– 10 jam setelah penderita sadar. Latihan pernafasan dilakukan penderita sambil
tidur terlentang, sedini mungkin setelah sadar.
2.8.5.
Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari untuk mengetahui penyembuhan luka.
Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat post partum. Pasien
sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
3.
Nifas
3.1.
Pengertian
-
Nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas
ini yaitu 6 – 8 minggu (Sinopsis Obstetri Fisiologi Jilid I, Halaman 115).
-
Nifas adalah massa
sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu (Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, Jilid
II, Halaman 68).
-
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
(Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Halaman 291).
-
Nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal).
3.2.
Periode nifas
Periode nifas dibagi 3 (Menurut Depkes RI, 1990) antara lain :
3.2.1.
Immediate puerperium adalah keadaan yang terjadi segera
setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam sesudah
melahirkan).
3.2.2.
Early puerperium adalah keadaan yang terjadi pada
permulaan puerperium.
Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari (1 minggu pertama).
3.2.3.
Later puerperium adalah waktu 1 minggu sesudah
melahirkan sampai 6 minggu.
3.3.
Etiologi
3.3.1.
Diduga persalinan mulai apabila uterus telah teregang
sampai derajat tertentu.
3.3.2.
Tekanan bagian terendah janin pada cervix dan segmen
bawah rahim, demikian pula pada plexus nervosus di sekitar cervix dan vagina,
merangsang permulaan persalinan.
3.3.3.
Siklus menstruasi berulang setiap 4 minggu dan
persalinan biasanya mulai pada akhir minggu ke-40 atau 10 siklus menstruasi.
3.3.4.
Begitu kehamilan mencapai cukup bulan, setiap faktor
emosional dan fisik dapat memulai persalinan.
3.3.5.
Beberapa orang percaya bahwa ada hormon khusus yang
dihasilkan oleh plasenta apabila kehamilan sudah cukup bulan yang bertanggung
jawab atas mulainya persalinan.
3.3.6.
Bertambah tuanya plasenta yang mengakibatkan penurunan
kadar estrogen dan progesteron dalam darah diduga menyebabkan dimulainya
persalinan (Harry Oxorn, 1990, Patologi dan Fisiologi Persalinan; Halaman 103).
3.4.
Insiden
Hampir 96 % janin berada dalam uterus dengan presentasi
kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan ± 58 % ubun – ubun kecil
terletak di kiri depan, ± 23 % di kanan depan, ± 11 % di kanan belakang,
dan ±
8 % di kiri belakang. Keadaan ini disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri
belakang oleh kolon sigmoid dan rectum.
Sehingga tampak presentase yang tinggi berada dalam
uterus dibanding presentase kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan pula karena
kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus
sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada
di atas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada dibawah, di
ruangan yang lebih sempit, ini dikenal sebagai teori akomodasi. Ada 3 faktor yang
memegang peranan pada persalinan ialah :
3.4.1.
Kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan
kekuatan mengedan.
3.4.2.
Keadaan jalan lahir.
3.4.3.
Janinnya sendiri
Dan data yang didapatkan di RSU
Labuang Baji terdapat 79,6% ibu nifas yang melahirkan normal dari 3034 ibu
nifas dalam tiga tahun terakhir ini (Medical Record RSU Labuang Baji Makassar,
2003).
3.5.
Anatomi / Fisiologi
Dalam masa nifas, alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan
alat genital secara keseluruhannya disebut involusio.
3.5.1.
Genetalia interna dan eksterna (Sketsa gambar
terlampir).
3.5.1.1.
Setelah janin dilahirkan, fundus uteri setinggi pusat,
segera setelah plasenta lahir maka tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat.
Pada hari ke-5 pasca persalinan uterus kurang lebih tinggi 7 cm atas symfisis
atau setengah symfisis – pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi
diatas symfisis.
3.5.1.2.
Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar
dan menonjol kedalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka
sebagai bagian plasenta yang tertinggal.
3.5.1.3.
Berat uterus gravidus aterm kira – kira 1.000 gr. Satu
minggu pasca persalinan, menjadi kira – kira 500 gr, 2 minggu pasca persalinan
300 gr dan setelah 6 minggu pasca persalinan 40 – 60 gr.
3.5.1.4.
Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca
persalinan dan konsistensinya lunak.
3.5.1.5.
Endometrium mengalami perubahan yaitu timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta.
3.5.1.6.
Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur – angsur kembali seperti semula.
3.5.1.7.
Luka jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah
dijahit, luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer.
3.5.2.
Laktasi
Kelenjar mamma telah dipersiapkan semenjak kehamilan umumnya produksi ASI
baru terjadi hari kedua atau ketiga pasca persalinan, dimana masing-masing buah
dada terdiri 14 – 24 lobus yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan
lemak. Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran air susu ibu adalah
faktor anatomis, faktor biologis, makanan yang dimakan ibu, faktor istirahat
dan faktor isapan anak.
3.5.3.
Lochia
Lochia adalah sekret dari cavum uteri dn vagina dalam masa nifas. Hari 1
– 2 lochia rubra berwarna merah berisi lapisan decidu, selaput ketuban, dan
mekoneum. Hari 3 – 7 sanguilenta berwarna cokelat, sedikit darah, banyak serum
selaput lencir leucocye. Hari 7 – 10 lochia serosa warna agak kuning cair. Hari
setelah 2 minggu lochia alba berwarna kekuningan berisi selaput lendir leucocye
dan kuman yang telah mati.
3.6.
Manifestasi klinik
Manifestasi klinik pada ibu menyusui dimasa nifas menurut Persis Mary
Hammilton yaitu :
3.6.1.
Kontraksi pada interval
3.6.2.
Interval antar kontraksi secara bertahap memendek.
3.6.3.
Durasi dan intensitas kontraksi meningkat
3.6.4.
Rasa tidak nyaman mulai di belakang dan menjalar ke
abdomen.
3.6.5.
Berjalan biasanya menyebabkan meningkatnya intensitas
kontraksi.
3.6.6.
Dilatasi dan pendataran serviks mengalami kemajuan.
3.7.
Test Diagnostik
Test diagnostik yang biasanya diberikan pada ibu nifas yaitu : test
laboratorium terutama terhadap hematokrit untuk melihat konsentrasi darah dalam
tubuh setelah 3 hari post partum. Normal hematokrit pada saat tersebut adalah
42 %.
3.8.
Penanganan Medik
Penanganan medik yang dilakukan pad ibu nifas adalah :
3.8.1.
Perawatan perineum
3.8.2.
Perawatan episiotomi
3.8.3.
Perawatan hemoroid : hemoroid biasanya menyertai
persalinan. Perawatannya dengan memberikan kompres dingin untuk menurunkan atau
mengurangi bengkak pada hemoroid.
3.8.4.
Perawatan payudara
3.9.
Perubahan psikologi pada ibu nifas
Menurut Reva Rubin (1960) proses adaptasi psikologis pada ibu nifas
melalui 3 fase yaitu :
3.9.1.
Fase taking in (fase mengambil).
-
Terjadinya pada hari 1 – 3 post partum
-
Dalam memenuhi kebutuhan sangat tergantung pada orang
lain.
-
Sulit mengambil keputusan.
3.9.2.
Fase taking hold
-
Terjadinya pda hari 4 – 10 post partum
-
Sikap aktif dan positif serta lebih mandiri namun masih
memerlukan bantuan orang lain.
-
Masih ada kurang percaya diri tetapi fokus perhatian
mulai meluas.
-
Tenaga ibu mulai sehat dan meningkat serta merasa lebih
nyaman.
3.9.3.
Fase letting go
-
Terjadi setelah 10 hari post partum.
-
Mulai menjalankan peranannya dan sudah punya konsep.
-
Mampu merawat bayinya, dirinya sendiri dan mulai sibuk
dengan tanggung jawab sebagai ibu.
B. Proses Keperawatan
1.
Pengkajian dasar data klien
Tinjau
ulang catatan prenatal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran
sesarea.
1.1.
Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml.
1.2.
Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan,
marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah
terima peran dalam pengalaman kelahiran. mungkin mengekspresikan
ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru.
1.3.
Eliminasi : Kateter urinarius mungkin terpasang, urine
jernih pucat, bising usus tidak ada, samar atau jelas.
1.4.
Makanan / cairan : abdomen lunak dengan tidak ada
distensi pada awal
1.5.
Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spiral epidural.
1.6.
Nyeri / ketidaknyaman
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma
bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen, efek-efek
anastesia, mulut mungkin kering.
1.7.
Pernafasan : bunyi paru jelas dan vesikuler
1.8.
Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur
parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri
tekan.
1.9.
Seksualitas
Fundus kontraksi dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan bebas
bekuan berlebihan / banyak.
Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan
krisis situasi
1.1.
Kemungkinan dibuktikan oleh keragu-raguan untuk
menggendong/ berinteraksi dengan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan koping
terhadap situasi, tidak menghadapi pengalaman traumatik secara konstruktif.
1.2.
Hasil yang diharapkan klien akan :
Menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan,
mendemostrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, mulai secara aktif
mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
1.3.
Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Anjurkan klien untuk meng-gendong, menyentuh dan
me-meriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir, bantu
sesuai kebutuhan.
2.
Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk
menyen-tuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi se-suai
kemungkinan situasi.
3.
Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi,
perhatikan peri-laku yang dianggap menanda-kan ikatan dan kedekadan dalam
budaya tertentu.
4.
Diskusikan kebutuhan kemaju-an dan sifat interaksi
yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenor-malan dari variasi respon dari satu
waktu ke waktu lainnya dan diantara anak yang berbeda.
5.
Perhatikan pengungkapan/pri-laku yang menunjukkan
keke-cewaan atau kurang minat/kede-katan.
6.
Berikan kesempatan kepada orang tua untuk
mengungkap-kan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi.
7.
Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria,
kebanggaan diri orang tua dan persepsi ten-tang pengalaman kelahiran, reaksi
awal mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran.
8.
Anjurkan dan bantu dalam me-nyusui pada pilihan klien
dan keyakinan/praktis budaya.
9.
Sambut keluarga untuk kunju-ngan singkat segera bila
ibu/bayi baru lahir memungkin-kan.
10. Berikan
informasi sesuai kebu-tuhan tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung
pasangan sesuai kebutuhan.
11. Jawab
pertanyaan klien menge-nai protokol perawatan selama periode pasca kelahiran
awal.
Kolaborasi :
12. Beritahu
anggota tim perawatan kesehatan yang tepat (mis : staf ruang perawatan atau
perawat pasca partum) tentang observasi sesuai indikasi.
13. Siapkan
untuk dukungan/eva-luasi terus-menerus setelah pu-lang, mis : pelayanan
perawat berkunjung, agensi komunitas dan kelompok dukungan orang tua.
|
1.
Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan
unik untuk ikatan keluarga untuk terjadi karena ibu dan bayi secara emosional
menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses
pengenalan. Bantuan pada interaksi pertama atau sampai jalur intravena
dilepas mencegah klien dari merasa kecewa atau tidak adekuat (Catatan :
Meskipun klien telah memilih untuk mele-paskan anaknya, berinteraksi dengan
bayi baru lahir dapat memfasilitasi proses berduka).
2.
Memudahkan ikatan/kedekatan dian-tara ayah dan bayi.
Memberikan ke-sempatan untuk ibu, memvalidasi rea-litas situasi dan bayi baru
lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuh-an fisiknya mungkin membatasi
kemampuan interaksinya.
3.
Kontak mata dengan mata, pengguna-an posisi wajah,
berbicara pada suara nada tinggi, dan menggendong bayi dengan kedekatan pada
budaya Ame-rika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola
progresif dari perilaku dengan cara mengguna-kan ujung jari pada awalnya
untuk menggali ekstremitas bayi dan berlan-jut pada penggunaan telapak tangan
sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan.
4.
Membantu klien/pasangan memahami makna dan pentingnya
proses dan memberikan keyakinan bahwa perbe-daan diperkirakan.
5.
Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan
dan diantisipa-si, menciptakan periode sementara, memerlukan penyatuan anak
baru ke dalam keluarga yang ada.
6.
Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal
orang tua bayi dapat mempunyai efek-efek negatif jangka panjang pada masa
depan hubungan orang tua-anak.
7.
Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada
kejadian penuh stress seputar kelahiran anakn dan orientasikan mereka sendiri
terhadap realita sebelum mereka dapat memfo-kuskan pada bayi efek-efek
anastesia, ansietas dan nyeri dapat mengubah persepsi klien selama dan
setelah ope-rasi.
8.
Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi
menyusui ; kontak kulit dengan kulit dan mulainya tugas-tugas ibu
meningkatkan ikata.
9.
Meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu memulai
proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru ke
dalam struktur keluarga.
10. Membantu
pasangan untuk mem-proses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan
khususnya bila periode pengenalan awal telah lambat.
11. Informasi
menghilangkan ansie-tas dapat mengganggu ikatan atau me-ngakibatkan absorbsi
diri daripada perhatian terhadap bayi baru lahir.
12. Ketidakadekuatan
prilaku ikatan atau interaksi buruk antara klien/pasa-ngan dengan bayi
memerlukan duku-ngan dan evaluasi lanjut.
13. Banyak
pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai proses pengenalan awal
orang tua-bayi yang memerlukan pemecahan setelah pulang.
|
2.
Nyeri berhubungan dengan pembedahan
2.1.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan nyeri, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung,
nyeri tekan payudara ; prilaku melindungi/distraks, wajah menahan nyeri.
2.2.
Hasil yang diharapkan :
Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat. Mengungkapkan berkurangnyer nyeri, tampak
rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
2.3.
Rencana tindakan :
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1. Tentukan
karakteristik dan loka-si ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non
verbal serta meringis, kaku dan gera-kan melindungi atau terbatas.
2. Berikan
informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab, ketidaknyamanan dan
intervensi yang tepat.
3. Evaluasi
tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan prilaku.
4. Lakukan
latihan nafas dalam dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan
dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik.
5. Ubah
posisi klien, kurangi rang-sangan yang berbahaya dan berikan gosokan
punggung. An-jurkan penggunaan teknik per-nafasan dan relaksasi dan
distraksi.
6. Pemberian
analgetik sesuai indi-kasi.
|
1. Klien
mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyama-nan secara
langsung, membedakan karakteristik khusus dari nyeri mem-bantu membeda-an
nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi.
2. Meningkatkan
pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkena-an dengan ansietas dan
ketakutan ka-rena ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol
3. Pada
banyak klien, nyeri dapat me-nyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.
Analgetik dapat menurun-kan TD.
4. Nafas
dalam meningkatkan upaya per-nafasan. Pembebatan menurunkan re-gangan dan
ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyama-nan berkenaan
dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronkhi
terganggu.
5. Relaksasi
otot, dan mengalihkan per-hatian dari sensasi nyeri. Meningkat-kan
kenyamanan, dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, me-ningkatkan rasa
sejahtera.
6. Meningkatkan
kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis dan meningkatkan mobilitas.
|
3.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi.
3.1. Kemungkinan
dibuktikan oleh ketegangan, keprihatinan, perasaan yang tidak adekuat,
stimulasi simpatik, tidak dapat tidur.
3.2. Hasil
yang diharapkan :
Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas, mengidentifikasi cara
untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas, melaporkan bahwa ansietas sudah
menurun pada tingkat yangdapat diatasi, kelihatan rileks dan dapat
tidur/istirahat.
3.3. Rencana
tindakan :
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan.
2.
Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari
masalah. Men-dorong klien untuk mengung-kapkan kebutuhan dan harapan yang
tidak terpenuhi. Memberi-kan informasi sehubungan de-ngan normalnya perasaan
terse-but.
3.
Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme
koping yang lazim dan perkem-bangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
4.
Berikan informasi yang akurat tentang keadaan
klien/bayi.
5.
Mulai kontak antara klien/pasa-ngan dengan bayi
sesegera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU).
|
1. Memberikan
dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan ma-salah.
2. Kelahiran
sesaria mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan
dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan/menjadi
orang tua.
3. Membantu
memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peranan baru; mengurangi
perasaan ansietas.
4. Khayalan
yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpa-haman dapat
meningkatkan tingkat ansietas.
5. Mengurangi
ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap
sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenaan
dengan keadaan bayi.
|
4.
Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam
peristiwa kehidupan.
4.1. Kemungkinan
dibuktikan oleh mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situasi (misalnya
tidak berdaya, malu/bersalah).
4.2. Hasil
yang diharapkan :
4.2.1.
Mendiskusikan masalah sehubungan dengan peran dan
persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan.
4.2.2.
Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang
dapat mencetuskan situasi saat ini.
4.2.3.
Mengekspresikan harapan diri yang positif
4.3. Rencana
tindakan :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Tentukan respon emosional klien/pasangan terhadap
kelahi-ran sesaria
2.
Tinjau ulang partisipasi klien/ pasangan dan peran
dalam me-ngalami kelahiran. identifikasi perilaku positif selama proses
pranatal dan antenatal.
3.
Tekankan kemiripan antara ke-lahiran sesaria dan
vagina. Sam-paikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria dan atur
pera-watan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada
klien setelah ke-lahiran vagina.
Kolaborasi :
4.
Rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila
reaksi maladaptif.
|
1. Kedua
anggota pasanga mungkin me-ngalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran
sesaria. Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif
terhadap harga diri klien, mem buat klien merasa tidak adekuat dan telah
gagal sebagai wanita. Ayah atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir
pada kelahiran sesaria, dapat merasa bahwa ia menolak pasangan-nya dan tidak
memenuhi peran yang diantisipasinya sebagai pendukung emosional selama proses
kelahiran.
2. Respon
berduka dapat berkurang apa-bila ibu dan ayah mampu saling ber-bagi akan
pengalaman kelahiran. memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk
membantu mere-ka memandang kehamilan dalam tota-litasnya dan melihat bahwa
tindakan mereka sudah bermakna terhadap ha-sil yang optimal. Dapat membantu
menghindari rasa bersalah/mempersa-lahkan.
3. Klien
dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana
persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap
persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap
profesional. Perawatan se-rupa adalah pilihan yang dapat diterima disamping
kelahiran vagina.
4. Klien
yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negatif memerlukan
bantuan profesional lebih lanjut.
|
5.
Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi
biokimia atau regulasi (misalnya hipotensi ortostatik, adanya HKK atau
eklampsia)
5.1.
Kemungkinan dibuktikan oleh adanya tanda/gejala untuk
menegakkan diagnosa aktual.
5.2.
Hasil yang diharapkan :
5.2.1.
Mendomostrasikan perilaku untuk menurunkan
faktor-faktor risiko dan/atau perlindungan diri.
5.2.2.
Bebas dari komplikasi
5.3.
Rencana tindakan :
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap
faktor yang mempredisposisi klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan
kehilangan darah ope-ratif.
2.
Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah,
nadi lemah. Perubahan prilaku, per-lambatan pengisian kapiler atau sianosis.
3.
Inspeksi balutan terhadap per-darahan berlebihan.
4.
Bantu klien pada ambulasi awal. beri supervisi yang
ade-kuat dalam hal mandi dan rendam duduk.
5.
Anjurkan latihan kaki/pergela-ngan kaki dan ambulasi
dini.
Kolaborasi
6.
Berikan MgSO4 sesuai indikasi
7.
Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis
untuk kaki bila risiko atau gejala plebitis ada.
|
1. Adanya
faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus
berlebihan, stimulasi oksitosin lama, tromboflebitis pranatal memungkin-kan
klien lebih rentan terhadap kom-plikasi pasca operasi.
2. Tekanan
darah yang tinggi dapat me-nandakan terjadinya atau berlanjut-nya hipertensi,
memerlukan magne-sium sulfat (MgSO4) atau pengobat-an
antihipertensif lain. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehid-rasi
dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi
telah menurun 35-50%, dimana tanda vasokonstriksi mung-kin terlihat.
3. Luka
bedah dengan drain dapat membasahi balutan; namun rembesan biasanya tidak
terlihat dan dapat me-nunjukkan terjadinya komplikasi.
4. Hipotensi
ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri,
atau mungkin sebagai aki-bat dari vasodilatasi, karena panas dari rendam
duduk tersebut.
5. Meningkatkan
aliran balik vena, mencegah statis/penumpukan pada ekstremitas bawah,
menurunkan resiko plebitis.
6. MEmbantu
menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau ek-lapmsia.
7. Menurunkan
statis vena, meningkat-kan risiko terhadap pembentukan trombus.
|
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan.
6.1.
Tanda dan gejala tidak dapat diterapkan; adanya tanda
dan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.
6.2.
Hasil yang diharapkan :
6.2.1.
Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan
risiko-risiko dan/atau meningkatkan penyembuhan.
6.2.2.
Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan
tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/tidak
nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lokhia normal.
6.2.3.
Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas
adventisius, dan urine jernih kuning pucat.
6.3.
Rencana tindakan :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan
cermat dan pembuangan pengalas ko-toran, pembalut perineal.
2.
Bersihkan luka dan ganti balut-an bila basah.
3.
Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan,
perhatikan ke-merahan, edema, nyeri, eksu-dat atau gangguan penyatuan.
4.
Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.
Kolaborasi :
5.
Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang
ter-identifikasi.
|
1. Membantu
mencegah atau membata-si penyebaran infeksi.
2. Lingkungan
lembab merupakan me-dia paling baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat
berpindah me-lalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka.
3. Tanda-tanda
ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh strep-tokokus,
stapilokokus atau spesies pseudomonas.
4. Demam
setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis dan takikardia menunjukkan
infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,30 C dalam 24 jam pertama
sangat mengindikasikan infeksi, peningkatan sampai 380 C pada hari
kedua dalam 10 hari pertama pascapartum.
5. Perlu
untuk mematikan mikroorga-nisme.
|
7.
Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
(diastasis rekti, kelebihan analgetik, atau anastesi).
7.1.
Kemungkinan dibuktikan oleh laporan rasa penuh
abdomen/rektal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari biasanya, mengejan saat
defekasi, penurunan bising usus.
7.2.
Hasil yang diharapkan klien akan :
7.2.1.
Mendemostrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan
oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus.
7.2.2.
Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal
dalam 4 hari pasca partum.
7.3.
Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau
ketidaknyamanan.
2.
Anjurkan cairan oral yang ade-kuat (misalnya 6 – 8
gelas/hari) bila masukan oral sudah mulai kembali.
3.
Anjurkan latihan kaki dan pe-ngencangan abdominal,
ting-katkan ambulasi dini.
4.
Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi.
5.
Berikan pelunak faeces.
|
1. Menandakan
pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
2. Makanan
kasar (misalnya buah dan sayuran, khususnya dengan kulit dan bijinya) dan
meningkatkan cairan yang merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi
defekasi.
3. Latihan
kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki mo-tilitas abdomen.
Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan pristal-tik dan pengeluaran gas,
dan meng-hilangkan atau mencegah nyeri kare-na gas.
4. Memudahkan
kemampuan untuk ambulasi, dapat menurunkan aktivi-tas usus.
5. Melunakkan
faeces, merangsang pe-ristaltik dan membantu mengembali-kan fungsi usus.
|
8.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan
interpretasi.
8.1.
Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan
masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidakadekuatan melakukan
aktivitas-aktivitas, ketidaktepatan perilaku (misalnya; apatis).
8.2.
Hasil yang diharapkan
8.2.1.
Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
8.2.2.
Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu
dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan.
8.3.
Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu
klien atau pasangan dalam mengi-dentifikasi kebutuhan-kebutuh-an.
2.
Perhatikan status psikologis dan respons terhadap
kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu.
3.
Berikan informasi yang berhubungan dengan perubah-an
fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan
kebutuh-an-kebutuhan berkenaan de-ngan post partum.
4.
Diskusikan program latihan yang tepat sesuai
ketentuan.
|
1. Periode
pascapartum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan
untuk mem-bantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.
Namun, klien membutuhkan waktu untuk bergerak dari fase “mengam-bil” sampai
fase “menahan” yang penerimaan dan kesiapannya diting-katkan dan ia secara
emosi dan fisik siap untuk mempelajari informasi baru untuk memudahkan
penguasaan peran barunya.
2. Ansietas
yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sen-diri dan anaknya,
kekecewaan pada pengalaman kelahiran atau masalah-masalah berkenaan dengan
perpisa-hannya dari anak dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan
belajar dan kesiapan klien.
3. Membantu
klien mengenali perubah-an normal dari respons-respons abnormal yang
memerlukan tindakan status emosional klien mungkin ka-dang-kadang labil pada
waktu ini sering dipengaruhi oleh kesejahtera-an fisik. Antisipasi perubahan
ini dapat menurunkan stress berkenaan dengan transisi periode ini yang
me-merlukan pembelajaran peran baru dan pelaksanaan tanggung jawab baru.
4. Program
latihan progresif biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah
berkurang (kira-kira 3-4 minggu pasca partum). Memban-tu tonus-tonus otot,
meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan
meningkat-kan perasaan kesejahteraan umum.
|
9.
Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi
mekanis
9.1.
Kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan
pengisian/distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/frekuensi berkemih.
9.2.
Hasil yang diharapkan :
9.2.1.
Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah
pengangkatan kateter.
9.2.2.
Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
9.3.
Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi
drainase urin.
2.
Berikan cairan per-oral. Misal-nya 6 – 8 gelas
perhati, bila te-pat.
3.
Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK)
misal warna keruh, bau busuk) setelah pengangkatan kateter.
4.
Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah
pembe-dahan, sesuai indikasi. Tingkat-kan jumlah cairan infus bila haluaran
30 ml/jam atau kurang.
|
1. Oliguria
(keluaran kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan kele-bihan cairan, atau
efek-efek antidiu-retik dan infus oksitosin.
2. Cairan
meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal,dan membantu mence-gah spasis kandung
kemih.
3. Adanya
kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK
4. Biasanya
3 liter cairan, meliputi larutan RL, adekuat untuk menggan-tikan kehilangan
dan mempertahan-kan aliran ginjal/haluaran urine.
|
10. Kurang
perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
10.1.
Kemungkinan dibuktikan oleh pengungkapan ketidakmampuan
untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan.
10.2.
Hasil yang diharapkan :
10.2.1.
Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan perawatan diri.
10.2.2.
Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang
tersedia.
10.3.
Rencana tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan. Perhatikan
adanya sakit kepala pasca spinal.
2.
Kaji status psikologis klien
3.
Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan
paru, ambulasi dan latihan kaki.
4.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik setiap 3 – 4 jam
sesuai kebutuhan.
|
1. Nyeri
berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak
mampu berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebu-tuhan fisiknya
terhadap kenyamanan terpenuhi. Sakit kepala berat dihu-bungkan dengan posisi
tegak memer-lukan modifikasi aktivitas-aktivitas dan bantuan tambahan untuk
meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
2. Pengalaman
nyeri fisik mungkin di-sertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan
klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi.
3. Membantu
mencegah komplikasi bedah seperti plebitis atau pneumo-nia yang dapat terjadi
bila tingkat ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien.
4. Menurunkan
ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan
diri.
|